Kebonagung merupakan salah satu desa yang berada di
kecamatan Mejayan kabupaten Madiun. Meskipun lokasinya didominasi persawahan
dan masyarakatnya mayoritas adalah petani di desa Kebonagung ini juga terdapat
pengrajin kesenian dongkrek. Laki-laki kelahiran tahun 1971, sebut saja Pak
Riyanto yang kini tengah menggeluti seni pembuatan Dongkrek. Beliau mulai mempertajam
otodidaknya tersebut pada tahun 1985. Sepertinya jiwa kesenian dalam keluarga
pak Riyanto ini sudah mendarah daging dan turun-temurun dari orangtuanya.
Dongkrek merupakan
perpaduan antara seni musik dan gerak tari asli dari daerah kabupaten
Madiun. Sayangnya, karena kurangnya publikasi dan pembinaan, kesenian ini
terkesan tenggelam dan kalah pamor dengan kesenian reog ponorogo. Seni dongkrek
lahir pada sekitar tahun 1867 di kabupaten Madiun. Dongkrek dipopulerkan pada tahun 1910 oleh Raden Bei Lo Prawirodipuro yang saat
itu menjadi demang (kepala desa) yang
membawahi lima desa.
Dalam proses pembuatan topeng dongkrek ini Pak Riyanto
mengerjakan sendiri dan tidak memiliki pekerja tetap jika pesanan hanya
beberapa buah saja namun jika ada pesanan partai maka beliau menyuruh orang
lain dalam proses pemotongan kayu dari pohon. Bahan dasar kayu dari dongkrek
itu sendiri harus menggunakan kayu-kayu pilihan sehingga sesuai dengan
komposisinya. Diantaranya yaitu kayu dadap, kayu mangga, kayu gamelina dan kayu
waru karena kayu-kayu tersebut memiliki bobot yang minim dan mudah untuk
dibentuk.
Dongkrek terdiri dari 7 jenis, yaitu orang tua, putri
ayu, perot dan gandaruwo/raksasa. Adapun gandaruwo mempunyai 4 macam warna
(merah, hitam, putih, kuning), dimana warna-warna tersebut memiliki arti
tersendiri yang mewakili nafsu manusia . Dalam kesenian dongkrek ini tidak
hanya ada topeng, akan tetapi terdapat alat musik yang mengiringi atau
melengkapi kesenian tersebut. Adapun asal usul
nama dongkrek tersebut juga berawal dari suara “dung” yang berasal dari
bedhug/kendang. Dan suara “krek” yang berasal dari korek.
Dalam perkembangan kesenian dongkrek, digunakan pula
alat musik lain yang berupa gong, kenong, kentongan, kendang, dan gong berry.
Sebagai perpaduan budaya islam, budaya cina dan kebudayaan masyarakat jawa pada
umumnya. Dan dalam setiap pementasan dongkrek, para penari akan menggunakan
tiga jenis topeng. Yaitu topeng raksasa / buta dengan muka seram, topeng
perempuan yang sedang mengunyah kapur sirih, serta topeng orang tua yang
melambangkan kebajikan.
Dalam segi pemasaran, Pak Riyanto tidak mempunyai toko
paten untuk memasarkan dongkreknya. Beliau hanya menerima pesanan dari
pelanggan dan melayani sesuai permintaan.
Pemasaran produk drongkrek ini tidak hanya sebatas kawasan Madiun saja
akan tetapi pemasaran tersebut sudah keluar kota, salah satunya yakni kota
Surabaya. Hingga saat ini pelanggan dongkrek pun bervariasi, mulai dari pecinta
seni, sekolah-sekolah, bahkan beberapa karya bapak Riyanto sudah dimuseumkan.
Berapa harga peralatan satu set dungkrek
ReplyDelete