Pak Sadiman adalah salah satu petani yang berada di
desa Kebonagung. Beliau bertempat tinggal di dukuh Gonalan. Pak Sadiman merupakan
petani yang selalu berteriak ketika ada masalah dengan sektor pertanian. Bahkan
suara beliau yang terdengar paling keras diantara para petani lain hingga
terdengan ke pemerintahan kabupaten.
Menurutnya petani selalu tertindas ketika ada demo
masalah ketidak setujuan kenaikan pangan yang dilakukan oleh masyarakat.
Masyarakat menolak adanya kenaikan harga beras, bahkan cenderung ingin harganya
semakin murah. Fenomena ini berdampak kepada kesejahteraan petani. Bagaimana
tidak, ketika harga beras rendah pendapatan petani pun ikut rendah. Menurut
perhitungan beliau, pendapatan bersih petani mulai dari tanam hingga panen
hanya sebesah Rp 15.000 per harinya. Dengan uang segitu petani hanya bisa
memenuhi kebutuhan pokoknya saja. Terbentur dengan masalah pendapatan membuat
para petani seakan frustasi dengan masalah yang dihadapinya.
Kemudian menurut beliau
penggunakan pupuk buatan pabrik dalam jangka panjang bisa merusak kondisi
tanah. Lahan sawah merupakan salah satu sumber penghasilan terbesar petani.
Ketika sumber penghasilan ini rusak akan berdampak pula terhadap produktifitas
petani. Sebelumnya Pak Sadiman pernah mengikuti berbagai pelatihan di kota
Malang. Pelatihan itu membuat beliau dapat berinovasi dengan keadaan yang ada
di sekitar desa Kebonagung.
Pak Sadiman menggunakan bahan baku yang ada di
sekitarnya dan beberapa bahan limbah alternatif. Beliau berhasil memproduksi pupuk
kompos dan pupuk bokhasi. Pupuk tersebut dapat di aplikasikan di berbagai jenis
tanah dan berbagai jenis tanaman. Dan mengandung banyak sekali unsur mikro
organisme yang bermanfaat untuk kesehatan lahan. Walaupun sifat pupuk tersebut
sangat flexible namun hal ini tidak memunculkan antusiasme petani di desa
Kebonagung untuk memproduksi bahkan menggunakan kedua pupuk tersebut. Sebenarnya
bahan baku pembuatan pupuk-pupuk ini tersedia tapi memang tidak adanya
keinginan dari para petani membuat inovasi ini seperti berjalan di tempat.
Tidak hanya berhenti di
situ dan menyerah, Pak Sadiman terus memproduksi pupuknya bahkan menjual pupuk
bokhasi yang lansung siap untuk di aplikasikan di lahan dengan harga yang
sangat terjangkau. Dengan harga Rp15.000 petani dapat membawa pulang pupuk
tersebut dan segera di aplikasikan di lahan pertanian. Namun ketika ada pesanan
dari luar petani dan berbentuk badan hokum seperti perusahaan maupun
pemerintahan misalnya, Pak Sadiman memberikan harga yang cukup tinggi, yaitu Rp
40.000 per 40 kg.
Selain aktif di lapangan
Pak Sadiman juga aktif di dalam kelompok tani. Di dalam kelompok tani di desa
Kebonagung, Pak Sadiman dan kerabatnya membuat sebuah lembaga keuangan berbasis
simpan pinjam. Sasarannya adalah para petani yang kekurangan modal. Untuk
mengajukan sebuah pembiayaan harus menyetorkan foto copy KTP dan KK, dan juga
memiliki anggota grup minimal sebanyak 6 orang. Tujuan menyertakan kelompok
adalah untuk mengurangi resiko gagal bayar. Jadi sesama anggota kelompok yang
mengajukan pembiayaan bisa saling mengawasi dalam pengembalian dana pembiayaan.
Selama ini pengembalian dana pembiayaan dari masing-masing kelompok cukuplah
aman. Dan adanya lembaga keuangan ini sangatlah berguna bagi seluruh petani di
Kebonagung.
No comments:
Post a Comment